BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Selasa, 09 Maret 2010

Potongan Memori Di Bawah Hujan. Kala itu. Kala kini.

Ada yang bermasalah, atau katakanlah dipermasalahkan ketika kita berbicara tentang masa lalu.


Mon.08.02.2010

23.16 WIB



Itu semua bermula dari ketidaksadaran kita akan adanya masa kadaluarsa sebuah hubungan. Ah atau kalau kau tidak mau berbicara komitmen bolehlah kita sebut itu sebagai tali. Toh akan mengarah kesana juga.hehehe

Baik. Katakanlah saya sekarang memiliki tali yang telah saya kaitkan kepada seseorang. Di dalam pertalian itu tiba-tiba muncullah tali baru: antara saya dan dia yang namanya tak boleh disebut. Tali yang baru ini tak sekuat tali utama, tak sepanjang tali yang utama, dan pada akhirnya masa pakainya jauh dibawah tali utama. Permasalahannya sekarang adalah sejauh mana tali yang serba kedua ini bisa meninggalkan bekas yang cukup mengena di hati saya. Ya, mengenai itu saya agak-agak malu mengungkapkannya. Barang kali bukan karena tali itu yang sudah habis masa pakainya, tapi karena..

Karena saya yang melepasnya.

Jelas ini merupakaan keputusan yang harus ditempuh sebelum saya menghadapi serangkaian awan-awan yang mengisyaratkan adanya petir yang akan menyambar tali itu.

Ah, lagipula dia telah memiliki penggemar yang sedang berguling-guling meminta untuk dijadikan kekasih, disandingkan dengan label ‘pacar’ atau ‘bokin’ atau ‘ce gw’.

Yang penting, tali itu putus dengan kuasa saya.

Yang terpenting, saya yang memutuskan.

Selamat tinggal tali itu, semoga kehidupan cintamu akan semakin berwarna (walaupun kami sama-sama yakin kalau yang paling berwarna itu adalah yang kemarin : yang nanti-nanti itu tergolong monokrom atau malah tidak jelas ada warnanya atau tidak). Saya sejujurnya berpikir kalau memang tidaklah tersirat di benak saya kalau tali itu akan menyaingi bahkan menggantikan tali utama yang saat ini masih saya pegang erat-erat seerat balonku ada lima. Bukan karena saya tidak percaya, hanya saja seakan-akan dimensinya berbeda. Kalau yang utama adalah jalan permanen yang dipilih berdasarkan ketetapan hati (walaupun kebodohan-kebodohan tetap menyertai), namun kalau yang ini lebih merupakan “kesalahan yang diteruskan, yang berlanjut menjadi adiksi’. Ya, Kira-kira begitu.

Saat ini saya masih berpikir kalau tali utama itu akan tetap saya pegang erat-erat, karena saya telah kehilangan satu balon seperti di lagu balonku.

 Untuk tali yang telah terputus,i will always be missing that rain.

See you someday in a different life.

The SG Files: Notes From The Traveler

:Dimulai dengan suatu sore di bulan Januari.


17.01.2010 - 21.01.2010


Image and video hosting by TinyPic



17.01

17.00 WIB

Masih menatap layar komputer dengan tatapan kosong. Entah otak saya yang sedang kosong atau ini cuma aktivitas rutin yang manusiawi untuk mengisi waktu-waktu yang mati.

Well, i need to finish my proposal anyway.

Its all in my head. Its all faded away.

Ah, tetap harus saya temukan rantai pengait kata dan makna ini, bagaimanapun caranya.



3 jam.



Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB.

Still a blank sheet.

What a wonderful world.

Okay, sejenak kita pindah frame. Mari melihat tindakan apa yang bisa dilakukan selain membeku di depan layar.


Ah, packing.

Masukkanlah semua barang yang ingin kau masukkan, atau barang-barang yang dirasa harus dibawa.

Dirasa. Dirasa.

Kalau dirasa-rasa sepertinya semuanya jadi penting.

Peniti jadi penting. Klip kertas jadi penting. Payung jadi penting.

Hari ini saya seperti orang yang hidup di dua dunia.



Ini kenyataan.

Saya mendengar desis meja, rintihan lemari, nyanyian jendela, ataupun jeritan debu.

Semua ini dikarenakan saya tidak siap hati dengan deadline yang mencekik.

Well oh yeah.

Saya sinting. Kalau sinting berarti setengah sadar. Setengah sadar berarti setengah mati. Setengah mati artinya harus ditambah setengah nafas baru bisa menjadi equal- 1. Bingo. Benar-benar jenius.

Setengah nafas...mungkin sedikit karaoke dapat menyembuhkan. Selesailah sudah. Sembuh jenuhnya muncul tegangnya. Pukul 21.30 WIB.

Dengan nafas yang sudah terkumpul kurang lebih 83 % berlarilah saya menghujam kabut ketidakjelasan untuk menuju cahaya. Cahaya keanehan.

Voila! Jadi deh proposalnya.

Entah apa yang akan dikatakan pembacanya- sang ksatria di gedung 3, pemegang perkamen di sebelahnya, atau penjaga kuda di belakangnya ketika membaca proposalku ini. Yang penting ini selesai.
Remember amateurs created vehicles, professionals built titanic. Never give up in things.hahaha


03.00 WIB.

Saatnya tidur. 15 menit lagi menuju pukul 5, saatnya saya berangkat ke bandara.





18.01

Dan yang disebut embun pagi itu jatuh tepat di bulu mata saya, menembus helai-helai dan mendarat di lapisan epidermis luar di bawah mata. Terasa seperti ada tangan halus yang menyentuh mata dengan sangat dramatis, menyadarkan saya untuk memakai topi-seperti biasa.

Tentang topi, saya benar-benar berpikir topi bisa menjadi solusi untuk mengatasi berbagai situasi yang terkait dengan penampilan, cuaca yang ramah, maupun cuaca hati. Hampir di setiap kesempatan kecuali di dalam kelas, barang ini menjadi begitu penting-menyaingi permen fisherman’s friend superstrong sugarfree yang siap sedia menemani indera perasa yang membutuhkan teman (Ah bahkan lidah saya pun juga banyak gaya).


Sampai. Boarding, menunggu keberangkatan.

Tujuan Singapura. JT 856. 07.00 WIB.

Di ruang tunggu tidak banyak yang bisa diceritakan. Seperti biasa: penjaga dengan mata yang aneh, penumpang yang sangat bangga dengan perjalanannya, ataupun seorang kandidat pembantu rumah tangga yang sangat bahagia mendapatkan pengalaman emas bepergian lintas negara, apalagi bekerja dengan dollar di tangan. Ah mungkin dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya jika ia mendapatkan majikan berbahasa kanton yang kadar kesabarannya tipis. Bahasa inggris pun tidak akan berhasil menengahkan mereka. Hmm.
Ah itu berarti bukan bahasa yang akan menengahkan.

Tapi garis tengah di tangannya. Takdirnya.
Cukup dengan kandidat-kandidat, langit cukup merona dengan trend warna terbaru 2010. Nude pale.


Tidak ada gairah untuk mengabadikannya ke dalam kotak kecil penyimpan gambar, rasanya tidak memotivasi untuk mengawali perjalanan yang penuh petualangan ini. Biarkanlah.

Sampai. Praduga hangatnya cuaca Singapura dipatahkan oleh peluru mikro super offensif yang menembus tulang. Rasanya beku. Hembusan nafas ditemani lingkaran asap kecil yang senantiasa menampakkan diri. Ah macam winter saja.

Benar-benar keterlaluan. Definisi AC adalah Air Conditioner, bukan Air Cruciator.



Keluar terminal, masuklah saya ke lorong menuju MRT jurusan Dhoby Ghaut. Beli tiket di mesin otomatis, termangu melihat mesin, mengambil tiket, duduk di depan jalur NE.

Kereta putih itu pun datang. Seperti biasa, lengang. Bersih. Kontras dengan yang pernah dinaiki di jakarta.

Setelah sekali transit, tiba di Dhoby Ghaut. 10 menit berkenalan dengan tanah asing, sampailah di hotel. YMCA- Youth Men’s Christian Association. Pilihan praktis dibandingkan dengan berjalan dengan koper di terik matahari emosi mulai naik, menerima jawaban “Not Available” di setiap hotel. 130 dollar per malam. Menginaplah saya selama 2 malam.



13.00 WIB. Perjalanan dimulai.

Sentosa.

Menyenangkan. Nyaman.

Klimaks ada pada lego ride dan sky ride.

Benar-benar lepas. Tanpa pengaman yang berarti, saya duduk di sebuah kursi di ketinggian yang jauh melebihi patung merlion. Rasanya seperti orang yang tahu segalanya. Bisa melihat semuanya. Mungkin ini adalah gambaran kasar-sangat kasar yang jelas merupakan murni imajinasi saya- yang dilihat Tuhan dari atas langit. Pohon, bangunan, manusia, bisikan-bisikan, dan elemen-elemen lain yang aktif bergerak, mereproduksi sesuatu, mengeksterminasi sesuatu, mengusik sesuatu, atau bahkan melihat balik ke langit dengan desahan yang berbeda. Desahan?hehe

Anyhow, menyaksikan video di merlion, membuat saya yakin kalau singa adalah binatang yang sangatlah lucu. Bayangkan, rambut berkibar yang sangatlah bouncy mengalahkan rambut saya, berwarna keemasan, mengembang dengan sempurna, mata yang agak tajam namun terkesan polos (kalau tidak percaya silahkan buktikan sendiri) dengan ekor duyung yang semakin mematahkan kesan ganas, buas bahkan predikat raja hutannya. Saya tidak yakin singa di kebun binatang lain setuju dengan bentuk merlion ini. Mungkin pendapatnya akan “bok nggak gentle deh”. Hahaha

Bermain, menghabiskan hari, merasakan cepatnya dan efektifnya MRT.

Eskalator super cepat, so convenient. besides the gloom, i love being here.



19.01



Dering pagi- jelas kokok ayam absen lah disini. Bahkan di rumahk saya pun ayam berkokok adalah sesuatu yang berpredikat tidak populer. Dikalahkan oleh popularitas penjual bubur atau penjual nasi goreng dok-dok.

Sarapan. Baiklah, selamat datang di dunia serba roti.

Menimbang bahwa bread cake and butter cream itu rasanya seperti memasukkan binatang melata yang telah dilumuri gula dan margarin ke dalam mulut, maka yang harus dilakukan adalah tindakan penyelamatan darurat sebagai aksi adaptasi. Rice cake menjadi pilihan yang paling masuk akal. Makan roti gandum dengan selai stroberi sebenarnya sangatlah mungkin, namun lidah saya berdemo keras menolak elemen manis untuk pagi ini, jadi rasa tawar pun menjadi pilihan yang harus dijalani dengan tenggang rasa.

The Trip begins.

Science centre. Noon.

Banyak yang membuat saya takjub, banyak yang saya pikir bagus kalau media itu ada di dalam museum IPTEK TMII. Kalau saja formatnya sebagus itu, science centre could be the new dufan.

I-space, Discovery kids, dan yang lainnya benar-benar mengesankan. Ada satu tempat yang benar-benar menampilkan simulasi rumah masa depan. Gagang pintunya yang memiliki sensor untuk mengidentifikasi pemiliknya, kompor kaca, toilet doctor, ur ultra dimension notebook, sampai bola dunia yang berbentuk lingkaran dan bekerja seperti google earth-what u need is just zooming to see the details- dengan cara menggoyangkan lingkaran kaca itu ke kanan atau ke kiri. Persis seperti yang dipakai di film avatar,hanya yang ini belum dalam bentuk 3D. Hanya dalam seperempat koma nol enam detik pasti bentuk 3D itu akan benar-benar diciptakan. Atau sudah? What a science.

well. Continuing to the snow city.

Feeling the snow, experiencing the snow-tumbling adalah hal yang mengesankan.
Being in Europe must be good. at least for a loner like me.^^

I will, someday.

AMEN.

Anyway, as usual, taking photo by the river.

Memang berbeda rasanya ketika kita memiliki momen di tengah gemerlapnya perkotaan dengan suasana “convenient” sebuah desa.

Bisa sama convenientnya, namun suasana hati yang dibentuk akan sangat jauh berbeda.

Well here i am in such a modern city.

Haha



Little india apalagi china town sudah berubah menjadi sleepy town ketika saya datang di tengah malam. Saatnya pulang.

Sejenak ingin membeli minuman dan makanan kecil di Orchard, hujan turun-so stunningly. Memblokade misi pulang yang berakhir denga pengamatan sejenak sembari ditemani segelas slurpee yang dibeli di 711dan chicken wings Guat-guat.

Pandangan berakhir pada sederet adult store yang ada di seberang jalan. Setelah diamati, yang ada di sekeliling saya sesungguhnya adalah kaum adult juga. Pakaian mini, tatto bertebaran dari dada sampai kaki- di tempat yang terselubung sekalipun- terlihat dan dengan sengaja diperlihatkan dengan cara yang tidak murahan. Mereka diam. Komunal. Asik sendiri, menjadi diri mereka sendiri.
“Here i am, i am slut, jackass. Mind of what ur looking.”

Namun ini subjektif. Bisa saja mereka tidak terlihat agresif karena memang sedang hujan, situasi tidak memungkinkan untuk berbuat lebih banyak, hanya mengandalkan pada panggilan naluri wisatawan laki-laki yang tergerak oleh dinginnya angin saat itu. Bisa saja.

Yang membuat saya merasa familiar, wajahnya sangatlah akrab di mata saya. Saya tidak akan menyebutkan identitas ras, pastilah yang membaca ini mengerti definisi familiar tersebut.

All were faded in grey.







20.01

Saatnya bangun pagi dengan badan remuk akibat ekuilibrium jam tidur yang diporak-porandakan beberapa hari ini.

Tapi perjalanan jelas harus berlanjut.

Makan pagi, kali ini chicken sausage menyapa.

Saya sangat senang sampai ingin terbang sejenak untuk adzan sebentar di dalam hotel dengan simbol salib ini.hehe
Kurang lebih 13-15 chicken sausage telah berhasil mendarat di lambung saya.

Magnificent feeling.

Setelah checkout dan menitipkan koper di lobby, bergegeaslah saya beserta pasukan ke National Museum of Singapore. Kebetulan ada pameran “The Immortal-Egypt”. So we decided to buy the package for students, only worth 5 dollars. Wow.

Selesai mengalami perjalanan penuh emosi di setiap titik yang dialami kaum cina, malay dan india di sebuah pelabuhan yang kini menjadi negaranya, sekali lagi aku berpikir bagaimana jika format documentary-journey dalam sebuah museum ini diterapkan di museum Nasional Indonesia. Iya, museum Gajah. Museum yang pengunjungnya kurang dari 10 % tiap harinya itu, yang harganya juga sangatlah berbanding jauh dengan harga tiket menonton film di cineplex ataupun Blitz Megaplex itu. Pasti akan sangatlah panjang, dan mengagumkan.

Indonesia benar-benar merupakan sebuah emas yang jatuh ke tangan orang yang tidak menghargai nilai emas itu. Atau mungkin saja memang tidak mengerti harga dari emas itu. Ah tidak mungkin kalau tidak mengerti. Bagaimana bisa orang-orang itu tidak mengerti kalau mereka telah menjual emas itu sedikit demi sedikit?

Well. Its time to go home.

Selamat tinggal sejenak untuk serangkaian atmosfer penuh kesan: logat bahasa inggris singaporean yang khas dan memerlukan daya fokus yang tinggi dalam mendengarkan, cuaca, jalanan, transportasi, multikulturalismenya yang sangatlah kental, makanan, gorengan 1,6 dollar yang sangat membuai lidah saya sampai ke titik aman terakhir, sampai semua hal yang membuat perjalanan saya berwarna, dan juga kosongnya tabungan saya saat ini.hahaha

I will be back again someday, somehow.


See you, singapore.


See you soon.^^